Oleh : Metha Setyoaji Wedhaninggar, S.Si
Kawasan
perbatasan Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) dan Provinsi Kalimantan Utara
(Kaltara) mencapai luas wilayah ± 44.605,26 km², luasan tersebut membentang sepanjang
1.038 km, yaitu dari arah selatan sekitar Lasan Tuyan di Kabupaten Mahakan Ulu,
sampai ke arah utara di sekitar Sebatik Kabupaten Nunukan. Garis perbatasan
tersebut mencakup 2 provinsi (“setelah pemekaran”), yaitu provinsi Kaltim di
Kabupaten Mahakam Ulu dan provinsi Kaltara di Kabupaten Malinau dan Kabupaten Nunukan,
dengan 19 kecamatan sebagai ujung tombak yang berbatasan langsung dengan Negara
Malaysia (Serawak dan Sabah). Sebagian besar kawasan perbatasan Kalimantan
Timur dan Kalimantan Utara adalah perbatasan darat dengan Malaysia, sedangkan
perbatasan laut hanya berada di sekitar Sebatik dan Nunukan.
Secara
geografis kawasan perbatasan darat berada di pedalaman dan sebagian besar sudah
termasuk dalam kawasan hutan lindung (heart of Borneo). Di sisi lain, dari
aspek demografi ; kawasan ini memiliki tingkat kepadatan penduduk relatif rendah, hanya mencapai ± 3,15 jiwa/km², dengan
persebaran penduduk yang tidak merata pada 235 desa. Persebaran penduduk
tersebut lebih banyak berada di Kabupaten Nunukan terutama kecamatan yang
berada di Pulau Sebatik (ada 5 kecamatan: Sebatik; Sebatik Utara; Sebatik
Tengah; Sebatik Timur; Sebatik Barat). Kecamatan-kecamatan di Pulau sebatik
relatif lebih maju dibandingkan kecamatan di wilayah perbatasan lainnya, baik
dalam hal sosial ekonomi masyarakat, ketersediaan fasilitas layanan dasar
maupun infrastrukturnya.
Kecamatan
yang merupakan perbatasan darat secara potensi ekonomi yang bisa dimanfaatkan harus
berdasar kesesuaian lahan, mengkombinasikan antara aturan berlaku dan
pertimbangan fungsi kawasan, yaitu keberadaan ketentuan konservasi dan pertimbangan
fungsi kawasan; maka potensi lebih bertumpu pada usaha pertanian/ perkebunan.
Usaha inilah yang menjadi tumpuan mata pencaharian utama masyarakat. Namun
aspek pemasaran produksi merupakan kendala yang belum dapat dituntaskan
solusinya, sehingga hasil pemasaraan lebih banyak ditujukan ke Negara tetangga.
Pemasaran di dalam negeri terbentur pada terbatasnya sarana/ prasarana
transportasi, sehingga berdampak pada mahalnya harga jual, akibat adanya
tambahan biaya transportasi. Hal tersebut terjadi, salah satunya dipengaruhi
oleh kondisi geografis perbatasannya, perbatasan laut relatif lebih baik secara
ekonomi dibandingkan kawasan perbatasan darat, karena perbatasan laut baik
transportasi dan mobilitas penduduk lebih mudah dan murah. Sedangkan perbatasan
darat hanya dapat diakses melalui transportasi udara dan sungai yang sangat
berbahaya dan membutuhkan waktu lama.
Gambaran di atas, yaitu rendahnya tingkat
kepadatan penduduk, dengan kondisi geografis yang terisolir, menyebabkan
kendala kemudahan transportasi; yang pada akhirnya menyebabkan kurang
optimalnya pemanfaatan potensi ekonomi, sehingga kesemuanya bermuara pada
kendala untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Di sinilah titik
perjuangan pemerintah dalam memperjuangkan kesejahteraan rakyatnya dan perjuangan
masyarakat setempat untuk bisa tetap ‘survive’ menjalani hidup dengan tetap
menjunjung Garuda di Dada ku !!!